#RamadanPrep : Mengkondisikan Dapur – Bulan Ramadan 2025 sudah dimulai. Saya, seperti banyak ibu-ibu lain, sejatinya sudah mulai grabak-grubuk menyiapkan menu sahur dan menu buka puasa. Ini karena ada rasa waswas atau resah kalau sebagai ibu di rumah kurang persiapan.
Selain dari memikirkan dan menyiapkan menu masakan, yang ngga kalah penting adalah menyiapkan dapur. Apalagi ya yang dipersiapkan? Kan tinggal masak saja. You would think? Ternyata it’s not that simple.
Ada beberapa elemen yang harus diperhatikan dalam dapur saja, ruang ‘kunci’ dalam rumah. Jantungnya para ibu yang menyiapkan masakan untuk keluarga. Apa saja elemen tersebut ya?
‘Sederhanakan’ Isi Dapur
2-3 tahun lalu kira-kira saya pernah ikut kursus menyiapkan Ramadan untuk ibu-ibu. Ternyata salah satu tipsnya adalah menyederhanakan isi dapur. Ini sebenarnya salah satu hal yang sering terlewat disiapkan. Biasanya ibu-ibu lebih concern dengan menu makanan dan aktivitas masaknya.
Maksudnya apa mempersiapkan dapur? Ternyata it’s best kalau isi dapur memang isinya yang kita butuhkan saja. Yuk kita cek, jangan-jangan 50 persen isi dapur sebenarnya ngga penting??
Kalau dapur kamu banyak ruang mungkin ngga begitu jadi masalah. Tapi jika tidak, you should help yourself by melakukan declutter isi dapur.
Karena kalau kita berencana mau masak berarti akan ada cucian piring. Nah daripada cucian piring menggunung lebih baik dapur disederhanakan isinya. Juga isi dapur yang ngga banyak dipakai, lebih baik diungsikan atau dikasih saja daripada menambah mumet.
Contohnya di situasi saya. Karena dapur di rumah semi terbuka, kadang ada tikus lewat. Ini yang buat saya akhirnya memasukkan hampir semua perabot ke dalam rak piring dan rak dapur.
Akhirnya saya mulai memilah barang-barang dalam rak dapur dan piring yang sudah tidak dipakai lagi. Kadang jadi masalah baru juga sih mau taruh dimana barang-barang yang dikeluarkan itu. Namun in time akan dialokasikan. Tapi for now yang penting dapur efisien isinya.
Farewell Plastic dan Microplastic
Akhir-akhir ini saya prihatin dengan penggunaan plastik dan kemungkinan mikroplastik yang masuk ke tubuh. Dilema karena keduanya sudah tidak terpisahkan dalam gaya hidup.
Saya mulai sadar kalau setiap benda yang kita konsumsi mungkin akan ada sampah tersisa dan sangat besar kemungkinan sampah itu berbahan plastik. Plastik memang murah secara biaya dan mudah dipakai tapi ternyata ada harga dibalik itu semua.
Memasak sendiri adalah idaman, jika kamu punya waktu cukup. Tapi jika tidak dan ada budget, kita bisa makan di luar atau pesan makanan. Kalau memilih pesan makanan ke rumah, disinilah kemungkinan volume sampah menjadi lebih besar. Kalau masak sendiri, ya bisa saja kita buat kompos dari sisa makanan. Tetap saja sih pilihannya mau atau tidak, dan juga kesempatan.
Lalu yang juga jadi dilema adalah mikroplastik. Ternyata kepingan-kepingan plastik kecil bisa masuk ke badan melalui bahan-bahan plastik yang kita gunakan. Bahkan mereka sudah ada di dalam tanah sehingga mikroplastik juga terkandung dalam sayuran maupun buah. Sumber lain malah melarang kita makan seafood.
Meskipun saya sudah meminimalisir agar mikroplastik ngga banyak masuk tubuh. Misalnya mengganti pemakaian teh celup dengan teh bubuk, mulai menyimpan makanan di wadah kaca dan stainless steel dan sebagainya. Tapi sulit untuk memisahkan diri dari bahan plastik karena sudah sangat dibutuhkan dalam sehari-hari.
Ketika food prepping, saya lebih berhati-hati dan cenderung lebih banyak pakai wadah kaca atau stainless steel. Agak susah karena wadah berbahan plastik cukup dominan di rumah. Terutama wadah berbahan thinwall yang lama-lama menggunung. Paling tidak saya tidak memasukkan makanan yang masih panas ke dalam wadah berbahan plastik.
Masalah kesehatan memang ngga bisa dilewatkan begitu saja. Kamu bisa baca-baca juga informasi kesehatan lainnya yang ditulis Blogger Surabaya ini.
Seni Merancang Menu Sahur
Waktu sahur adalah waktu yang cukup krusial. Menu makanan menentukan nutrisi harian sampai jam berbuka puasa. Seringnya di waktu ini saya harus agak memutar otak. Meskipun paksu bilang ‘ngga usah ribet-ribet’ tapi tentu ngga berarti asal-asalan.
Saya juga (maunya) sekalian memikirkan menu sahur yang pas buat diet. Tapi seperti salah satu alasan kenapa gagal diet, terkadang saya harus agak mengalah nih demi keluarga. Paling ngga saya ngga lupa porsi buah dan sayur.
Paling enak menyiapkan makanan one-meal-pan dimana satu sajian sudah ada sayur dan protein. Seperti ayam brokoli saus madu, atau tahu campur salah satu kuliner Surabaya. Menu seperti ini sat-set cepat dan praktis, dan tentunya harus bergizi.
Jalan ninja saya paling sih cari menu favorit yang gak lama masaknya. Lalu ada stok sambal. Alhamdulillah sih bisa sedikit stok sambal jadi nggak tanpa sambal ketika mau sahur.
Food Prepping Bumbu
Salah satu algoritma sosmed yang ada di akun saya adalah konten ibu-ibu food prepping seminggu atau 3 harian. Pembuat kontennya dari ibu-ibu bule sampai lokal. Menyenangkan sekali bisa ada stok makanan sehingga kita bisa hemat waktu dan biaya ketika masak. Idealnya saat bulan puasa, kita juga ada stok makanan.
Namun ya namun. Saya tahu food prepping haruslah sinkron dengan kondisi. Ngga cuma budget, kesediaan wadah tapi juga..isi kulkas! Antara stok makanan dalam periode express (dimasak hari itu/besoknya) atau periode lebih lama.
Akhirnya saya mencoba cari jalan tengah dengan membuat stok bumbu. Beberapa hari ini saya berhasil buat stok bumbu ayam goreng dan stok bumbu dasar putih. Kalau blender cabai untuk membuat menu balado sudah sering. Bisa nyicil buat beberapa lauk yang bisa dimasukkan ke freezer. Tapi ya menyisakan sedikit lelah tapi itu wajar ya. Demi sahur lancar.
Sekian #RamadanPrep kali ini di blog Sunglow.Me. Bagaimana persiapan bulan Ramadan-mu? Atau apa kamu punya opini mengenai tulisan di atas? Terima kasih sudah meluangkan membaca, ya.
Tulisan ini dibuat demi memenuhi tantangan blogging Level Up Mamah Gajah Ngeblog 2025.