SHD#15 : Heat Wave dan Era Malas – Sudah cukup lama saya nggak absen disini. Maaf karena lagi-lagi ngga mudah menemukan ‘waktu hening’. Namun yang jelas cuaca menunjukkan perbedaannya dibanding dulu, yaitu masuk masa heat wave.
Masa Heat Wave
Di kota Depok, panas siang hari bisa mencapai 35 derajat Celsius. Dapur yang semi terbuka jadi terasa begitu ‘tropis’. Masak sambil berkeringat, uh la la. Sekarang sudah ada kipas yang mengademkan panas, Alhamdulillah.
Waktu lebaran, saya bahkan sampai menyempatkan diri mandi di rumah Ibu (karena saya mudik ke kota) sebelum kembali ke Depok. Untungnya saya bawa baju ganti. Namun momen itu cukup menunjukkan bahwa cuaca sebegitu panasnya.
Solusinya jelas. Bahkan sejak dulu pun..harus cukup minum air putih. Saya masih suka lalai, walau sudah menyiapkan sebotol 1,5 liter air untuk diisi dua kali sehari. Dikatakan jangan ngga minum, walaupun lagi nggak haus.
Radang Tenggorokan 2 Minggu
Heat wave ditambah kesukaan saya akan kopi dan harus menyelesaikan tugas rumah, menyebabkan saya memesan es kopi di hari yang panas dan sibuk. Sore itu saya menyetrika sambil minum es kopi, rasanya sempurna bukan? Kopi sebagai booster mood saya.
Namun hari yang sama ada deadline pekerjaan mendadak. Akhirnya saya makan malam agak larut dan mungkin makanannya kurang bersih. Besoknya, saya terkena radang tenggorokan dan cukup lama…sampai 2 minggu.
Radang ini membuat saya ngga bisa makan manis dan minum kopi. Kalau saya lakukan, saya kembali kena radang. Alhamdulillah, saya baca cara meredakannya dengan minum kunyit.
Sekalian saja saya buat minuman air rendaman serah, kunyit dan jahe. Memang mereda. Tapi bukan berarti periode radangnya selesai. Saya bahkan hadir di halal bihalal komunitas tanpa minum kopi, hiks. Tapi Alhamdulillah sembuh juga.
Saya juga ngga bisa makan makanan berminyak. Jadi saya sering makan bubur ayam dan seseorang memberikan oleh-oleh telur asin. Lumayan deh jadi terhindar sedikit dari makanan berminyak.
Kadang-kadang jika cuaca panas dan saya meminum es kopi, ada rasa sakit di tenggorokan. Ini membuat saya berhati-hati nggak lagi gegabah meminum minuman manis dan dingin ketika sedang panas-panasnya.
Masuk Zona Malas
Ketika akhir Ramadan, berat badan saya sedang turun-turunnya selama setahunan terakhir. Sayangnya sekarang saya malah masuk zona malas.
Terkadang saya concern dengan makanan dan olahraga saya, terkadang cuek. Saya ngga begitu menghindar dari nasi lagi. Tapi porsi masih saya atur.
Yang pasti saya merasa aneh kalau tidak makan buah sebelum makan berat. Dan juga kalau kelamaan tidak olahraga (lebih dari seminggu), saya merasa ‘gawat’. Apalagi kalau badan sudah terasa berat.
Dan yang ditakutkan terjadi: BB saya masuk lagi ke ‘waspada’. Ya pantas saja. Saya hampir ngga mikirin diet kecuali mengurangi porsi nasi, makan sayur dan buah.
Jam tidur saya agak berantakan, ngga selalu tidur jam 10 malam. Lalu jam makan malam saya juga jadi suka mundur jadi jam 7 dan jam 8. Saya sering ‘mengkondisikan’ kebutuhan keluarga dulu, persis deh seperti yang saya tulis di kenapa ibu suka gagal diet.
Moga-moga dengan menuliskan dan membagikan ini saya jadi ingat lagi untuk lebih memperhatikan diet. Malu karena sudah menulis diet goals 2024.
Mungkin era malas ini terjadi juga dengan yang lain. Kawan saya yang juga suka olahraga di rumah sempat tidak update mengenai kegiatan olahraganya. Saya ‘colek’ dari Instagram story dan besok-besoknya sih dia juga kembali olahraga. Yay! Semoga kami terus saling menyemangati.
Menghindari Makan Manis Untuk Sarapan
Dari klip glucose goddess, katanya untuk menghindari sugar cravings kita harus makan yang savory atau gurih di pagi hari. Lebih baik makan yang manis untuk makanan penutup atau dessert saja.
Saya mencoba saran ini. Mungkin benar ya. Jadinya sih ngga begitu pengen makan yang manis. Gara-gara mbak glucose goddess ini juga saya menghindari minum oat milk karena katanya itu seperti milk paste.
Keinginan untuk makan pastry manis atau mini cake semacam muffin saya tahan untuk ‘sarapan gelombang kedua’. Yah demi menekan keinginan makan gula yang besar.
Oya, saya sempat juga membuat croissant mini pakai pastry jadi. Awalnya ngga gitu sukses, tapi setelahnya lumayan. Kuncinya harus dipanggang di suhu 200 derajat Celsius.
Turning 40
Sometime di bulan Februari, akhirnya umur saya masuk ke 40 tahun. I realize memang di umur ini saya ngga lagi seprima seperti di umur 30an. Saya mulai memperhatikan ada sedikit kerutan di ujung mata ketika saya tersenyum. Dan mulai memikirkan mengganti skincare ke ‘yang lebih sesuai’.
Namun, saya belajar dari situasi yang cukup berat (dimana saya sempat tidak percaya diri dari perempuan-perempuan yang lebih muda) bahwa kematangan saya dan kedewasaan saya, juga kebijakan (cieeeh) itu mahal dan jarang dimiliki mereka yang mungkin lebih muda (dan bahkan seumuran?). Tanpa bermaksud menyombongkan diri. You gain a lot with age, hopefully.
Metabolisme dan pencernaan di umur 40 tahun juga berbeda. Juga pilihan untuk berolahraga. Yang jelas, tak perlu ketakutan untuk memakan nasi. Juga ngga perlu olahraga sampai terlalu kelelahan.
Dengan ritme harian yang kembali reset karena sibuk pindahan rumah, saya butuh waktu untuk kembali menemukan ritme saya. Mungkin itulah tantangannya agar saya tetap memiliki ‘mountains to climb on’.
Penutup
Saya sempat agak malas menulis update di serial sunglow healthy diary ini. Namun saya sadar saya memulainya untuk memecut diri terus dan bertanggung jawab akan apa yang sudah saya mulai.
Thanks for reading! Keep healthy ya.